Kenapa Banyak Pecinta Anies Baswedan Suka Menjelekan Lawan Politiknya?

hero-image

Latar Belakang

Saya melihat berita tentang Abolisi dan Amnesti yang masing-masing diberikan pada Tom Lembong dan Hasto. Lalu saya penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada dua kasus tersebut. Saya membaca beberapa berita di msn.com, searching di google.com, dan menonton beberapa video di youtube.com untuk mengetahui lengkapnya dan mencari tahu apa itu Abolisi dan Amnesti.

Pertanyaan itu muncul ketika saya mulai buka facebook lagi, melihat status atau postingan dari beberapa teman di facebook yang mendukung Pak Anies Baswedan dan membaca kolom komentar di video, baik di facebook atau pun youtube.

Lalu saya mempertanyakan, Kok, gini amat ya? Kok, saya merasa kalau pendukungnya Pak Anies itu benci banget sama lawan politiknya. Bahkan sama pendukungnya aja mereka olok-olok. Ada yang menyebut, saya bukan dari kelompok 58% lah. Ada yang menyebut omon-omon lah. Ada yang menyebut IQ rendah lah. Ayo gas, ayo gas.

Pertanyaan besar saya adalah:

Kenapa Harus Begitu?

Kenapa Harus Menyalahkan Orang Lain?

Mengutip dari Tempo.co rata-rata IQ orang Indonesia itu adalah 78,49. Dan itu adalah masalah bersama pemerintah sekaligus rakyatnya, entah itu yang 58%, 25%, atau 16%. Kenapa rakyatnya sendiri lebih memilih untuk menyalahkan orang lain?

Pemimpin dari dulu pun emang tidak bisa semuanya terealisasikan apa yang telah mereka rencanakan. Makanya yang perlu dilihat adalah apa yang mereka usahakan dan sebesar apa keseriusan mereka menjalankan amanatnya.

Kenapa Harus Seperti Itu?

Dari tahun kemarin tuh saya masih bertanya-tanya, kenapa harus seperti itu. Pak Anies itu punya banyak prestasi semasa jadi gubernur, show up lah prestasinya. Pak Anies itu menyelesaikan berbagai masalah, memperhatikan kampung-kampung kecil ketika jadi gubernur. Tunjukanlah itu semua, tapi jangan sambil menginjak kepala orang lain.

Saya ini dari dulu dengan kesadarahan penuh adalah orang yang mudah dipengaruhi oleh omongan orang lain. Apalagi kalau terdengar menyakinkan, maka dari itu saya harus meluangkan waktu untuk mendapatkan sebanyak mungkin informasi dan menilai se-objektif mungkin.

Tapi ketika tahun lalu sebelum pilpres ada orang yang menyarankan memilih Pak Anies sambil menjelekan 2 calon yang lain, saya tidak mau cari informasi. Karena udah tidak respect duluan.

Faktor Psikologis dan Emosional Pribadi Saya

Dari kecil banget, dari masih bocil, saya punya prinsip akan membantu siapa pun yang memang minta bantuan, apalagi kalau yang minta bantuan itu tidak ada yang mau membantunya. Dan secara psikologis dan emosional saya itu suka mendekati orang yang paling dikucilkan di kelas, saya suka ajak ngobrol dia.

Dan saya paling membenci orang yang ingin naik level tapi dengan cara menginjak orang lain.
Contoh paling sederhana yang pernah terjadi:
Seorang guru di luar kelas bertanya pada saya dan teman-teman, "Udah ngerjain PR belum?". Ada satu orang nyeletuk, "Kalau aku sih udah Bu, tapi nggak tahu yang lain".
Wow, nggak, nggak bisa. Saya langsung bilang ke dia, "Kamu boleh bilang kalau kamu udah. Tapi nggak perlu bawa-bawa orang lain". Karena saya tahu ada banyak teman-teman di kelas yang bukan tipenya suka mengerjakan PR langsung. Dan nggak harus diinjek juga mereka tuh, dengan bilang udah ngerjain aja, guru udah paham.

Itulah kenapa saya tidak respect dengan orang yang suka menjelek-jelekan, mengolok-olok, menyalahkan. Baik dari pendukung Anies, Prabowo, Jokowi, Ganjar, atau influencer mana pun. Nggak bisa, karena nantinya nggak bisa menilai secara objektif kalau udah didahului dengan kebencian.

Posting Komentar

0 Komentar